Saturday, March 9, 2013

Cara Menjadi Fasilitator Orang Dewasa

Cara Menjadi Fasilitator Orang Dewasa. Fasilitator adalah orang yang memfasilitasi sebuah kegiatan baik itu kegiatan forman dan non formal. Kali ini kita akan membahas bagaimana cara menjadi seorang fasilitator saat pembelajaran orang dewasa saat ini.

Memfasilitasi dapat di defenisikan sebagai :
1. Mengubah suatu keadaan, perilaku, motivasi dan komitmen dengan proses.
2. Menciptakan suatu suasana yang berprinsip dari, oleh dan untuk kita.

Proses Fasilitasi Terdiri dari III tahap yang saling berhubungan erat, masing-masing tahapan proses fasilitasi perlu mendapat perhatian demi kelancaran dan keberhasilan proses yang dilaksanakan. Tahapan proses fasilitasi tersebut adalah :
A. Pra Pelatihan
B. Pelaksanaan Pelatihan
C. Pasca Pelatihan

A. Pra Pelatihan.
1. Peserta
Untuk memulai suatu proses pelatihan, maka  kita harus memahami, menentukan siapa yang menjadi peserta, latar belakangnya, status sosialnya, kebudayaannya, kondisi perekonomiannya, serta apa keinginannya. Untuk mengetahui hal ini maka hal penting yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan survey lapangan. Dari hasil survey inilah nantinya kita membuat suatu rancangan tentang apa yang mesti kita perbuat (fasilitasikan) kepada peserta.
2. Fasilitator.
Faktor ini sangat perlu diperhatikan, karena menyangkut persiapan fasilitatornya sendiri baik secara fisik, mental dan kemampuannya. Fasilitator memerlukan pelatihan-pelatihan yang bersifat membangun diri dan kemampuan memfasilitasi serta menambah jam terbang.
3. Kurikulum
Setelah fasilitator memutuskan dan merencanakan materi yang akan diberikan, maka fasilitator perlu menyusun kurikulum pelatihan yang berfungsi sebagai bahan panduan dalam melakukan prosses fasilitasi. Kurikulum ini biasanya berisikan judul materi, tujuan,media, modul, langkah-langkah pelaksanaannya.
4. Media
Media adalah bahan-bahan apa yang dipergunakan untuk menjalankan proses fasilitasi ini. Media banyak jenisnya misalnya saja cerita, gambar, lagu, drama, OHP, lawak, sulap, dan apa saja kemampuan yang dimiliki oleh fasilitator dan peserta.

Syarat-syarat pemilihan suatu media adalah :
a. Mudah : Isi media mudah untuk dipahami dan disesuaikan dengan daya tangkap peserta. Selain  itu juga mudah dalam pembuatan dan penggunaannya.
b. Murah : Artinya bahan baku pembuatan media dan ongkos pembuatannya relatif murah harganya.
c. Menarik : Media perlu dibuat sedemikian rupa sehingga menimbulkan daya tarik bagi orang-orang yang melihatnya
d. merangsang : Media dapat menggugah minat belajar peserta sehingga rasa keinginantahuannya semakin besar
e. Manfaat : Artinya pesan yang disajikan dalam media tersebut memberi manfaat bagi orang yang melihatnya, isinya benar, wajar menurut penalaran, dan tidak menyesatkan
f. Mempan : Isi pesan atau gagasan yang disajikan tepat untuk memecahkan masalah sehingga media mencapai tujuan penyajian yang telah ditetapkan
g. Mustari : Jenis media dan isinya sesuai dengan permasalahanan atau kenyataan yang dihadapi sekarang( aktual ) dan sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan.

5. Hand Out
Hand out adalah bahan bacaan yang diberikan kepada peserta sebagai pegangan mereka, dengan adanya bahan tersebut dapat membantu peserta untuk lebih memahami materi yang diberikan baik saat pelatihan  maupun setelah pelatihan.

Hand out ini juga sangat diperlukan oleh seorang fasilitator sebagai bahan bacaan untuk pengembangan pengetahuan dan mengembangkan materi kearah tujuan pelatihan.

6. Metode
Yang dimaksud adalah cara penyampaian isi atau materi latihan, misalnya dengan ceramah, curah pendapat, bermain peran, Diskusi kelompok, Diskusi pleno, Penugasan, Kerja kelompok, Simulasi, Demonstrasi dll.

Penggunaan metode dalam suatu proses belajar atau berlatih patut kita ingat ungkapan lama yaitu :
- Saya dengar, saya lupa
- Saya lihat, saya ingat
- Saya kerjakan, saya paham

Dengan demikian dalam pemilihan metode diperlukan pendekatan partisipatif yang aktif, dalam hal ini fasilitator lebih berperan seperti dalam ungkapan         “ bukan memberikan ikan tetapi ajarlah mereka cara membuat kail dan cara menggunakannya  “.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode adalah :
a. Hasil yang ingin dicapai
b. Kemampuan fasilitator
c. Kondisi peserta pelatihan
d. Waktu
e. Bahan
f. Fasilitas
g. Biaya

6. Tempat Pelatihan
Dalam melaksanakan proses pewlatihan tidak diperlukan ruang khusus, boleh diruangan, dibawah pohon, dikebun dan lainnya, yang penting adalah :
a. Tidak terlalu dekat dengan jalan umum
b. Tidak terlalu dekat dengan bengkel, toko kaset
c. Membentuk suasana belajar berbentuk letter U
d. Tidak terlalu jauh dari pemukiman/masih terjangkau dengan alat transportasi yang tersedia.
e. Terlindung dari hujan dan panas
f.  Mampu menampung seluruh peserta

7. Sarana Dan Prasarana Penunjang
Dalam hal ini misalnya konsumsi, tranportasi fasilitator, alat tulis, dan perlengkapan lainnya perlu mendapat perhatian.

B. Pelaksanaan Pelatihan
Dalam melaksanakan proses fasilitasi kita juga harus menetapkan model penyampaian materi. Dikarenakan umumnya peserta adalah orang dewasa, maka kita perlu menyampaikannya  dengan metode pembelajaran orang dewasa atau sering disebut Pendidikan Orang Dewasa ( POD), dalam hal ini proses dijalankan dengan menggunakan bantuan media-media baik berupa gambar, cerita, drama, permainan-permainan dan lain sebagainya, sehingga dalam fasilitasi ini kita tidak mengenal yang mana guru dan yang mana murid karena proses akan menunjukkan bahwa sekali waktu peserta adalah guru bagi fasilitator karena pengalaman peserta tentang keadaan dirinya lebih banyak.

1. Pertanyaan
Pertanyaan adalah modal utama dalam melakukan proses fasilitasi, biasanya pertanyaan ini kita sebut dengan pertanyaan penggerak. Semakin banyak kita kuasai pertanyaan penggerak maka semakin mudah bagi kita menjalankan proses fasilitasi. Dalam memberikan pertanyaan penggerak, ada beberapa jenis yaitu :
- Pertanyaan umum, yaitu pertanyaan yang ditujukan untuk semua peserta
- Pertanyaan Individu, yaitu pertanyaan yang kita tujukan kepada satu orang tertentu yang biasanya kita kenal ( misalnya : ketua kelompok , tokoh masyarakat dan lainnya)
- Pertanyaan bergilir, yaitu pertanyaan yang ditujukan kepada peserta secara bergiliran misalnya dari sebelah kiri ke kanan atau sebaliknya.
- Pertanyaan ingatan, yaitu pertanyaan yang ditujukan kepada peserta agar peserta mengingat kejadian yang telah lalu
- Pertanyaan memilih, yaitu pertanyaan yang jawabannya telah disebutkan oleh fasilitator dan peserta hanya tinggal memilih yang mereka anggap paling sesuai 

2. Tahap Memfasilitasi
Untuk melaksanakan proses pelatihan dalam menyajikan suatu materi maka dilakukan tahap–tahap sebagai berikut :

- Lakukan pembentukan suasana atau pencairan suasana
- Ajak peserta ikut dalam media yang kita bawakan ( mis permainan,gambar dll )
- Berikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan dan makna  tentang media yang kita bawakan.
- Tuliskan kesan peserta dalam kertas flap atau papan tulis.
- Ulas jawaban peserta dan kaitkan dengan dunia nyata yang peserta alami
- Lakukan penegasan terhadap materi yang difasilitasikan.
- Tarik suatu kesimpulan bersama-sama dengan peserta.
- Susun rencana tindak lanjut
- Lakukan perenungan

3. Media Ice Breaking ( Pemecah suasana)
Untuk memecahkan suasana supaya selalu mencair maka diperlukan media pembantu yang sering kita sebut dengan media ICE BREAKING, media ini diharapkan dapat kembali menggairahkan peserta dari proses kejenuhan, ngantuk dan sebagainya sehingga peserta kembali mengikuti kegiatan dengan penuh semangat.

C. Pasca Pelatihan
Pasca pelatihan masih perlu diperhatikan dan diikuti terus oleh seorang fasilitator, dalam hal ini menyangkut 2 faktor yaitu :
- Fasilitator (Refleksi)
- Peserta (Pendampingan)
1. Refleksi
Setiap selesai melaksanakan kegiatan fasilitasi tim fasilitaor melakukan prosesre fleksi tentang kelebihan dan kelemahan selama melaksanakan proses. Refleksi sangat bermanfaat untuk menjaga kesinambungan tim fasilitator dan kemajuan dalam melaksanakan proses selanjutnya. Selama melakukan proses refleksi hal perlu mendapat perhatian dari peserta refleksi adalah Komentar jangan dikomentari lagi, sebab akan menimbulkan konflik  di dalam tim fasilitator.
2. Pendampingan
Untuk mengetahui apakah hal yang kita fasilitasikan telah dapat diterima dan dijalankan oleh peserta, maka perlu diadakan evaluasi baik setelah pelatihan maupun jangka waktu tertentu. Untuk itu setelah proses fasilitasi dilanjutkan dengan proses pendampingan dilapangan, kelompok peserta perlu diikuti dan difasilitasi dalam setiap kegiatannya seperti rapat rutin sehingga materi yang telah dipelajari tidak hilang begitu saja.
Salah satu hal yang perlu dipahami oleh tim fasilitator dalam menyelenggarakan proses pendampingan adalah tehnik pemecahan masalah. Sebab seorang fasilitator dituntut oleh peserta untuk membimbing peserta dalam menyelesaikan masalah yang sedang mereka hadapi.

Tehnik Pemecahan Masalah
1. Mengenal Masalah dan Sifat Pemecahan Masalah
Apa yang sebenarnya dikatakan sebagai masalah adalah suatu deviasi atau penyimpangan dari standard atau apa yang dianggap normal. Dengan kata lain masalah adalah jarak antara “tempat kita berada” pada saat ini dengan “tempat dimana kita inginkan berada” dimasa yang akan datang. Dengan demikian ada kesenjangan atau jurang pemisah antara dimana kita sekarang berada dengan dimana kita sesungguhnya ingin berada. Sedangkan pemecahan masalah ini dimaksudkan untuk mendekatkan pemisahan tersebut.
Tingkat kesukaran masalah pada perorangan atau organisatoris sangat beraneka ragam. Ada masalah yang menjadi jelas dalam sesaat dan membutuhkan perhatian maupun tindakan segera, sedangkan masalah–masalah lainnya hanya terasa samar–samar, seolah–olah ada sesuatu yang kurang beres. Kadang–kadang suatu masalah dapat diselesaikan dengan mudah dan lancar, dan kadang –kadang dengan berbagai hambatan dan tekanan.
Seringkali setelah suatu masalah diselesaikan, ternyata muncul masalah–masalah baru, atau sering terdapat masalah dalam masalah. Dengan mengidentifikasikan dan menyelesaikan masalah, orang akan sadar bahwa ternyata ada masalah – masalah yang lain dan semuanya berkaitan dengan masalah yang pertama.

Secara umum, masalah–masalah tersebut dapat digolongkan atas dua, yaitu :

1. Masalah yang sederhana
Adalah masalah yang mempunyai ciri – ciri kurang lebih sebagai berikut:
- Kecil,
- Berdiri sendiri,
- Tidak atau kurang sangkut pautnya dengan masalah yang lain,
- Tidak mengandung konsekuensi yang benar,
- Memecahkannya tidak memerlukan pemikiran yang luas dan mendalam.

2. Masalah yang rumit
Adalah masalah–masalah yang kurang lebih mempunyai ciri–ciri sebagai berikut :
- Masalahnya besar,
- Tidak berdiri sendiri,
- Saling berkaitan dengan masalah – masalah yang lain,
- Mengandung konsekuensi yang besar,
- Pemecahannya memerlukan pemikiran yang luas dan mendalam
Dalam kaitannya dengan perbedaan masalah tersebut di atas, masalah yang dikatakan sebagai masalah yang rumit dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :

Secara singkat dapat dikatakan bahwa sifat umum pemecahan masalah adalah :
- Pemecahan masalah proses manusia yang alamiah.
- Pemecahan masalah berdaur, artinya suatu masalah membawa kita kepada masalah yang lainnya.    
- Dalam masalah yang rumit terkandung masalah yang lebih kecil dan lebih sederhana.

2.  Mengenal dan Mengatasi Masalah

Seperti telah disinggung di atas, pada dasarnya masalah dapat dibedakan ke dalam dua golongan yaitu : masalah yang sederhana dan masalah yang rumit, atau yang disebut sebagai structured problems dan unstructured problems.

Harus selalu diingat bahwa lebih mudah mencegah timbulnya suatu masalah, dari pada memecahkan masalahnya setelah terjadi penyimpangan. Usaha untuk menjaga hal yang demikian, berarti harus mengenal dan berusaha mengatasi hambatan atau situasi yang merupakan pangkal masalah yang mungkin akan dihadapi.
Beberapa hambatan yang sering ditemui pendamping dalam kelompok swadaya dan alternatif mengatasinya.

2.1. Keengganan para anggota untuk menerima tanggung jawab untuk tugas – tugas tertentu.
Alternatif mengatasinya :
- Tinjaulah kembali apa yang menjadi maksud dan tujuan kelompok.
- Buatlah daftar dari semua tugas yang mesti dikerjakan.
- Pancinglah anggota agar mengemukakan hal – hal yang menjadi perhatian mereka.  

Model 5 Langkah
Model  5 langkah adalah model yang dapat digunakan sebagai prosedur pemecahan masalah. Lima langkah pemecahan masalah dari model tersebut adalah :
1.Memusatkan perhatian pada masalah - merumuskan keadaan.
2.Pencarian alternatif – alternatif - meneliti berbagai kemungkinan penyelesaian.
3.Perencanaan kegiatan - memutuskan bagaimana akan maju.
4.Pelaksanaan rencana - mengerjakannya.
5.Penilaian terhadap hasilnya.
• Langkah 1 : Memusatkan perhatian pada masalahnya
Jika kita dapat mengidentifikasi suatu masalah yang dirasakan oleh semua orang sebagai sesuatu hal yang perlu diselesaikan, dan jika masalah itu terletak dalam batas – batas kemampuan, keterampilan, sumber – sumber dan tenaga kita, maka kita telah berada di atas jalan yang menuju kepada pemecahan masalah tersebut. Pemahaman yang jelas tentang sifat masalahnya terjadi, jika masalah tersebut dirumuskan.
Ada empat jenis pertanyaan yang dapat diajukan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang masalahnya, yaitu :
- Siapa saja yang dipengaruhi oleh adanya masalah itu ?
- Apa alasan – alasan timbulnya masalah tersebut ?
- Termasuk jenis masalah apa masalahnya ?
- Apa yang ingin kita tingkatkan ?
Sedangkan cara untuk mempertanyakan suatu masalah dapat dengan sumbang saran (brainstorming)

• Langkah 2 : Pencarian Alternatif – alternatif
Menerapkan suatu pemecahan tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan beberapa kemungkinan pemecahan yang lain, akan cenderung membawa kita kepada kekecewaan. Pencarian alternatif memberi kesempatan pada orang – orang untuk mengumpulkan informasi, bekerjasama, berkomunikasi dan mengadakan suasana kerja dalam perbedaan pendapat yang dapat diterima dan dihormati.
Ada empat langkah dalam mencari alternatif :
- Rumuskanlah masalah pencarian.
- Rumuskan cara – cara pencarian.
- Kumpulkanlah semua informasi yang diberikan.
- Tetapkanlah suatu pilihan.

• Langkah 3 : Perencanaan Kegiatan
Jika cara pemecahan telah dipilih, rencana penerapannya perlu dibuat. Rencana kegiatan yang baik memberikan keterangan yang terperinci tentang apa yang akan dilakukan, siapa yang melakukannya, kapan waktu pelaksanaannya, bahan – bahan dan perlengkapan apa saja yang akan dibutuhkan, dan hasil – hasil apa yang diharapkan.
Dalam aspek perencanaan, ada kegiatan yang lain yang harus dilakukan, yaitu penyusunan suatu rencana evaluasi. Evaluasi yang baik harus mencakup :
- Jenis atau tipe informasi yang akan dikumpulkan,
- Metode pengumpulannya,
- Siapa yang akan mengumpulkan informasi tersebut,
- Sumber–sumber yang tersedia untuk melaksanakan evaluasi tersebut, dan
- Kapan, di mana, dan bagaimana hasil–hasil evaluasi itu akan dipergunakan.

Beberapa hal di bawah ini menjelaskan beberapa cara kelompok membuat keputusan–keputusan yang jauh dari memuaskan.
Tak Bersambut
Dalam proses membuat keputusan, kita temui adanya usul – usul yang tidak disambut, tak mendapat tanggapan. Seluruh kelompok membisu atau anggota lain mengubah pokok pembicaraan dengan membuat sesuatu komentar yang sama sekali tidak ada hubungannya. Orang yang membuat usul itu biasanya mereka disepelekan atau mungkin merasa ditolak.

Main Putuskan Sendiri
Hal ini muncul kalau seorang anggota kelompok membuat suatu pernyataan, dan segera saja mulai bertindak tanpa memeriksa lebih lanjut, apakah anggota lainnya menerima hal itu. Dia mengandaikan bahwa apabila tidak ada orang yang tidak setuju (dikatakan), maka berarti kelompok menerimanya. Misalnya saja, “saya kira, sekarang kita meneruskan dengan pokok acara nomor tujuh.............”.Meskipun anggota kelompok yang lain setuju akan keputusan itu, tapi barangkali mereka tersinggung oleh caranya. Di samping itu, tidak seorangpun akan mengetahui jumlah dukungan atas keputusan itu.

Bersambut Tangan
Hal ini terjadi bila dua atau tiga anggota bersama –sama membuat keputusan untuk seluruh kelompok. Usul yang dilontarkan tidak secara memadai diuji oleh anggota lainnya. Misalnya saja, satu klik kecil menguasai seluruh kelompok. Hal semacam ini biasanya terjadi bila beberapa anggota kelompok tidak bertanggungjawab sebagai anggota yang melontarkan pendapat mereka, meluruskan garis tujuan kelompok, dan memastikan bahwa alternatif–alternatif yang diajukan itu dipertimbangkan.

Dukungan Minoritas
Minoritas kelompok memaksakan suatu keputusan untuk suatu tindakan kelompok yang didukung oleh mayoritas. Hal ini bisa muncul bila timbul suatu sistem kuasa, dan apabila ada semacam pengertian bahwa tidak banyak waktu untuk berdiskusi. Keputusan macam ini kerap mengalami kesulitan pada langkah pelaksanaannya, karena kurangnya keterlibatan anggota.

Dukungan Mayoritas
Secara umum yang dipakai untuk menentukan dukungan mayoritas biasanya dengan voting. Banyak kelompok mengira karena mayoritas mendukung, maka minoritas tentunya akan ikut dengan rela. Kerapkali memang minoritas kelihatan mendukung, tapi mereka tidak menyukainya dan hanya memberikan dukungan yang diminta. Voting (pengambilan suara terbanyak) nampaknya demokratis, tapi hal ini kerap mengakibatkan terhalangnya ungkapan pendapat minoritas untuk menyumbangkan pemecahan yang kreatif. Gagasan – gagasan alternatif dan langkah–langkah tindakan tidak dijelajahi.

Mufakat
Akibat–akibat negatif dari berbagai bentuk di atas itu berhubungan erat dengan kekurang sungguhan anggota kelompok di dalam proses pembuatan keputusan. Bila hal ini terjadi, maka kurang juga keterlibatan dalam pelaksanaannya. Suatu cara untuk menghindarkan semua ini ialah membuat suatu keputusan dengan cara mufakat. Dalam mufakat yang sejati, setiap anggota memberikan sumbangan pemikirannya atau paling tidak dia merasa bahwa sumbangan pemikirannya cukup didengarkan. Dengan cara ini, orang merasa lebih puas dengan keputusan terakhir, jika dibandingkan dengan alternatif–alternatif yang dipertimbangkan, dan setiap anggota mempunyai cukup waktu untuk melibatkan diri mereka terhadap keputusan itu dengan cara mereka sendiri.

Untuk membuat suatu keputusan secara mufakat, penting sekali kelompok menghasilkan sebanyak mungkin alternatif pada permulaannya (dengan cara brainstorming ataupun cara lain), biarkan saja, dan jangan dievaluasi dulu. Hal ini memungkinkan untuk mempertimbangkan gagasan yang macam–macam dan kreatif. Penundaan evaluasi ini memberikan kepada masing–masing pribadi suatu kesempatan (juga keberanian) untuk mengajukan usul. Hal ini juga menambah perasaan didukung serta keterikatan dalam kelompok.

Pada saat alternatif–alternatif ini dievaluasi, harap perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai “maksud jelek”, tapi lebih–lebih sebagai suatu langkah yang perlu dalam menguji, apakah alternatif ini bisa berjalan. Hal ini akan sangat membantu mencegah, agar para anggota tidak begitu ,menyetujui suatu gagasan dengan menekan perbedaan pendapatnya sendiri. Bila masalah ini sampai terjadi, maka alternatif dan pengadaian ini juga harus dipandang sebagai langkah positif dalam membuat keputusan secara mufakat. Dalam mufakat yang sejati setiap orang dipuaskan baik dalam hal isi keputusan maupun dalam hal proses pembuatannya. Dengan memakai prosedur ini, lebih besar kemungkinannya bahwa seluruh anggota kelompok akan mendukung keputusan dan tindakan yang dituntutnya.

Konsekuensi–konsekuensi negatif yang timbul dari kesemua bentuk pengambilan keputusan tersebut di atas, sesungguhnya timbul dari suasana di mana anggota kelompok kurang melibatkan diri, atau bahkan sama sekali tidak terlibat secara nyata dalam proses pengambilan keputusan. Jika hal ini terjadi, maka selanjutnya akan menghilangkan kesepakatan anggota kelompok itu sendiri.

Satu hal yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan pembuatan keputusan melalui konsensus, adalah adanya bahaya timbulnya “group think”, karena hal ini akan menimbulkan suatu konsensus yang palsu, karena anggota baik sadar atau tidak, menekan perbedaan pendapat, sehingga tidak mencapai konsensus yang sesungguhnya.


Teknik Pengambilan Keputusan dalam Kelompok
Pengambilan keputusan dalam kelompok biasanya dilakukan pada saat diadakannya pertemuan/rapat. Pertemuan untuk mengambil keputusan berbeda dengan pertemuan informatif. Proses untuk menuju pengambilan keputusan mesti mengandung kadar musyawarah. Kadar musyawarah adalah situasi dimana setiap peserta yang hadir dalam pertemuan mempunyai peluang yang sama dalam menganalisis informasi dan menentukan pilihan untuk keputusan.

Tahap–tahap pertemuan untuk pengambilan keputusan
1. Tahap persiapan; pada tahap ini peserta menyepakati hal–hal yang akan dibahas dan aturan main dalam proses pengambilan keputusan, termasuk kapan pertemuan akan diakhiri.
2. Tahap informasi; pada tahap ini peserta memperoleh dan menguji kebenaran informasi.
3. Tahap pembahasan; peserta mengembangkan pembahasan untuk menelaah konsekuensi–konsekuensi secara pribadi maupun kelompok.
4. Tahap keputusan; keputusan diambil dari hasil penyampaian pilihan oleh peserta.
5. Penyampaian pilihan secara pribadi (terbuka maupun tertutup/voting) tidak menjadi persoalan asalkan sudah disepakati sejak awal.
6. Tahap pengamanan; peserta membahas aspek legalitas dari keputusan ini (seperti, misalnya tanda tangan dari setiap peserta yang hadir maupun notulen rapat.

Catatan : Notulen mesti dengan tegas memisahkan hal–hal yang bersifat informatif dengan keputusan. Adalah baik memisahkan lembar–lembar dalam buku pada lajur kanan dan kiri untuk masing–masing diisi dengan informasi dan keputusan.

Mengingat pentingnya posisi pertemuan untuk pengambilan keputusan ini, maka beberapa hal berikut ini perlu dipersiapkan :
1. Pastikan bahwa peserta telah memperoleh informasi tentang agenda pertemuan.
2. Pada saat pertemuan dimulai, pastikan bahwa peserta yang hadir adalah peserta yang berhak memberikan suara.
3. Ungkapkan hal – hal yang pokok berkaitan dengan proses musyawarah dan pengambilan keputusan. Mintalah persetujuan dari peserta rapat.
4. Tentukan kapan rapat akan diakhiri.
Proses pengambilan keputusan secara musyawarah dengan teknik aklamasi, sebenarnya baru dapat dilakukan untuk kelompok dengan tingkat keikatan dan kesadaran anggota yang tinggi. Untuk menuju ke arah sana, kelompok perlu untuk melatih diri.
Syarat–syarat yang perlu diupayakan agar kelompok dapat menuju proses musyawarah dan mufakat secara efektif dan efisien :
- Suasana; adalah suatu keadaan yang memberikan kesan kepada semua anggota kelompok bahwa mereka dianggap setaraf dan sama–sama dibutuhkan.
- Rasa aman; aman dalam arti tidak ada kecurigaan satu sama lain dan tidak ada tekanan.
- Kepemimpinan berbagi/bergilir; dengan kepemimpinan bergilir maka kepercayaan akan kemampuan diri sendiri dan kemampuan orang lain akan meningkat.
- Perumusan tujuan; kelompok harus mempunyai pengertian yang jelas tentang tujuan dan kegunaannya. Kejelasan ini sangat mendorong anggota kelompok mau memusatkan perhatian dan tenaganya pada tugas–tugas yang menjadi tanggungjawabnya.
- Evaluasi yang terus menerus; suasana terbuka terhadap kritik diri sendiri dapat dikembangkan dengan mengupayakan evaluasi terus menerus. Tiap–tiap kelompok yang sehat perlu mengadakan penelitian terhadap kegiatan–kegiatan kelompoknya, apakah memang sesuai dengan keinginan–keinginan dan kebutuhan–kebutuhan dari anggota kelompok.

Hal - hal yang dilakukan oleh fasilitator dalam menjalankan proses memfasilitasi adalah :

1. DATANGILAH MEREKA
2. LAYANILAH MEREKA
3. CINTAILAH MEREKA
4. BELAJARLAH DARI MEREKA
5. TINGGALLAH BERSAMA MEREKA
6. BEKERJALAH BERSAMA MEREKA
7. BUATLAH RENCANA BERSAMA MEREKA
8. MULAILAH DARI APA YANG MEREKA KETAHUI
9. BANGUNLAH ATAS PRINSIP DASAR YANG ADA
10. KEBERHASILAN KITA DIUKUR BILA MEREKA MENGATAKAN

Demikianlah informasi tentang tehnik memfasilitasi semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita.

1 comment:

Jika kamu suka dengan artikel blog ini silahkan berlangganan lewat Email secara gratis, silahkan masukkan email kamu dan klik LANGGANAN:

Delivered by FeedBurner